Kamis, 26 November 2009

Contoh Surat Kuasa














SURAT KUASA

No : 02/SK.Pdt/DLN/VII/2009


Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : AULIA AMELIA BINTI MULYA

Umur/Tanggal lahir : 30 tahun / Purwakarta, 30 Juli 1979

Pekerjaan : Guru Honorer

Agama : Islam

Alamat : JL. Baru RT. 27/03 Kelurahan Nagri Kaler Kec.Purwakarta / Kab. Purwakarta


Memberi kuasa penuh kepada :

MUHAMMAD IRIS WIKARSO, SH.

Advokat/Pengacara & Penasehat Hukum, berkantor di Jl., Pesantren Cipulus RT. 07/03 Nageog Kec.Wanayasa, Purwakarta Jawa Barat, HP 087779950333/085759944333 selanjutnya dipilih sebagai domisili hukum pemberi kuasa.

------------------------------------------------KHUSUS------------------------------------------------

Untuk dan atas nama pemberi kuasa, mewakili pemberi kuasa sebagai PENGGUGAT dalam perkara permohonan Cerai Gugat Melawan DANI SETIAWAN Bin MUNAJAT, umur: 33 tahun (Purwakarta, 31 Desember 1976), agama: Islam, pekerjaan: Karyawan, alamat: Perum Dian Anyar L4 No. 1 RT. 03/12 Kelurahan Ciseureuh Kec.Purwakarta/Kab. Purwakarta, sebagai TERGUGAT yang hendak diajukan Gugatan tersebut pada Pengadilan Agama Purwakarta.

Untuk itu penerima kuasa dikuasakan untuk menghadiri setiap persidangan, menghadap hakim, membela hak-hak dan mengurus kepentingan-kepentingan pemberi kuasa.

Penerima kuasa berhak mengajukan gugatan cerai/gugatan harta bersama terhadap Tergugat, mengajukan replik dan menandatanganinya, menghadirkan saksi-saksi, memberikan keterangan-keterangan yang dianggap perlu dan menolak saksi-saksi lawan, membuat kesimpulan, memohon salinan putusan.

Untuk menghadap pejabat-pejabat serta instansi-instansi yang berwenang sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang patut dan dianggap perlu, baik dan berguna bagi pemberi kuasa serta untuk melakukan segala upaya hukum, yang diperkenankan menurut Undang-Undang. Kuasa diberi wewenang untuk melakukan perdamaian atau menolaknya, menandatangani surat-surat yang diperlukan untuk itu, menerima pembayaran serta meminta kwitansi tanda bukti pembayaran, menggunakan segala upaya hukum menurut HIR/RBG.

Kuasa diberi hak untuk memindahkan kuasa ini kepada orang lain (substitusi) serta diberi hak retensi.




Purwakarta, 20 September, 2009

Yang Memberi Kuasa


AULIA AMELIA
Yang Menerima Kuasa

MUHAMMAD IDRIS WIKARSO,SH









Contoh Surat Gugat Cerai


Perihal : Cerai Gugat





Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dipermaklumkan dengan hormat, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

MUHAMMAD IDRIS WIKARSO, SH

Advokat/Pengacara & Penasehat Hukum berkantor pada Kantor Advokat/Pengacara & Penasehat Hukum MUHAMMAD IDRIS WIKARSO,SH.

yang berkedudukan dan beralamat di Jl. Pesantren Cipulus RT. 07/03 Nageog Kec.Wanayasa,Purwakarta Jawa Barat, HP 087779950333/085759944333, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

No.02/SK.Pdt/DLN/VII/2009,tanggal 20 September 2009,bertindak untuk dan atas nama:


AULIA AMELIA BINTI MULYA, umur 30 tahun (Purwakarta, 30 Juli 1979), agama Islam, pekerjaan Guru Honorer, alamat: JL. Baru RT. 27/03 Kelurahan Nagri Kaler Kec.Purwakarta/Kab. Purwakarta, memilih domisili hukum yang tetap di Kantor Kuasanya tersebut di atas, selanjutnya disebut sebagai Penggugat.

Dengan ini Penggugat hendak mengajukan Cerai Gugat terhadap :


DENI SETIWAN BIN MUNAJAT, umur : 33 tahun, (Purwakarta, 31 Desember 1976), agama: Islam, pekerjaan:

Karyawan, Alamat: Perum Dian Anyar L4 No. 1 RT. 03/12 Kelurahan Ciseureuh Kec.Purwakarta/Kab. Purwakarta, selanjutnya disebut sebagai Tergugat.


Adapun duduk persoalannya adalah sebagai berikut :


1. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan secara sah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Purwakarta Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, pada tanggal 18 Mei 2005 sebagaimana terbukti dari Kutipan Akta Nikah No: 190/36/V/2005 tertanggal 18 Mei 2005.

2. Bahwa setelah Penggugat dan Tergugat melakukan perkawinan, Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga di rumah Orang Tua Penggugat sampai dengan sekarang, dan selama perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai satu orang putri yang bernama. FAZNI, Purwakarta, 4 Juni 2006 Usia (3) tahun.

3. Bahwa pada awalnya kehidupan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat berjalan rukun sebagaimana kehidupan rumah tangga pada umumnya, namun sejak Tiga bulan usia perkawinan berlangsung sikap dan tabiat Tergugat sering main dan tidak ada di rumah serta tidak mau bekerja guna menghidupi ekonomi keluarga, kemudian oleh Penggugat di tanyakan pada Tergugat, agar jangan main terus lebih baik cari napkah buat istri, Tergugat malah diam saja dengan tanpa memberi jawaban atau alasan yang jelas, sedangkan Penggugat tetap memakluminya, Dari situlah kehidupan rumah tangga sudah mulai goyah dan tidak harmonis karena sudah tidak ada kecocokan antara Penggugat dengan Tergugat, bahkan sering terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus.

4. Bahwa timbulnya perselisihan dan pertengkaran disebabkan antara lain :


- Adanya sikap Tergugat yang sangat egois, dimana ketika Penggugat pulang ngajar jam 13.00. Wib Tergugat selalu memaksa mengajak hubungan badan padahal Penggugat sudah lelah dan Cape mohon agar penggugat istirahat dulu, namun Tergugat memaksanya, bahkan dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul di dalam rumah tangga tidak mau mendengarkan saran ataupun masukan Penggugat selaku Ibu Rumah Tangga, kalau ada persoalan sering sekali Tergugat Melakukan pemukulan kepada Penggugat kemudian juga Tergugat sering sekali tidak ada di Rumah, kalaupun ada datang ke rumah tengah malam. Bahwa kejadian tersebut hampir setiap hari dalam Rumah Tangga sehingga Penggugat telah tidak dihargai sebagai seorang isteri.

- Bahwa Tergugat sudah tidak bekerja dan sudah tidak ada Tanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga, sehingga terpaksa Penggugat yang harus bekerja guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sepenuhnya dari hasil kerja Penggugat sendiri selaku istri, ketika ditegur oleh Penggugat agar Tergugat mencari usaha guna memenuhi kebutuhan ekonomi Keluarga, Tergugat malah marah-marah sehingga timbullah pertengkaran dan percekcokan setiap hari, sehingga jelas bahwa adanya sikap dan tingkah laku Tergugat tersebut menyebabkan terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus sehingga tidak adanya ketentraman dalam membina rumah tangga.


5. Bahwa puncak dari segala pertengkaran terjadi pada sekitar Akhir bulan Agustus 2007 pada saat Penggugat menanyakan pada Tergugat agar Tergugat jangan main terus lebih baik bekerja mencari uang guna memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, namun ternyata yang diterima Tergugat malah marah-marah, Namun Penggugat tetap berupaya mengajak untuk musyawarah keluarga untuk saling koreksi diri antara Penggugat dengan Tergugat agar rumah tangga tetap harmonis, namun justru Tergugat malah lebih beringas, hingga terjadi pertengkaran. Dan sejak kejadian tersebut sampai saat ini tidak ada lagi komunikasi yang harmonis antara Penggugat dengan Tergugat bahkan hampir 1 (satu) Tahun Penggugat sudah tidak serumah lagi dengan Tergugat, dimana Tergugat sudah pulang ke orang Tuanya sampai sekarang.


6. Bahwa dengan sering terjadinya pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat, nyata-nyata telah meluluh-lantahkan ketentraman dan keharmonisan rumah tangga, sebagaimana yang dicita-citakan setiap orang, dan Penggugat sudah merasakan bahwa kehidupan rumah tangga dengan Tergugat tidak mungkin dapat diperbaiki lagi.


7. Bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Pasal 1)

Bahwa berdasarkan kondisi dan kejadian-kejadian tersebut di atas, ikatan lahir bathin antara Penggugat dengan Tergugat tidak terjalin lagi dengan baik, sehingga keharmonisan dan kerukunan rumah tangga tidak mungkin dapat terwujud lagi.


8. Bahwa terhadap permasalahan rumah tangga tersebut Penggugat sering meminta saran serta nasehat kepada orang tua Penggugat juga Tergugat maupun saudara-saudara untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut, bahkan pernah minta bantuan untuk dimusyawarahkan oleh paman Penggugat, tetapi tetap tidak berhasil dan saat ini Penggugat benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk meneruskan kehidupan rumah tangga dengan Tergugat dan bertekad bulat untuk bercerai dengan Tergugat sebagai jalan yang terbaik, karena tidak ada harapan untuk dapat rukun kembali dalam membina kehidupan rumah tangga, karenanya Penggugat mengajukan Gugat Cerai terhadap Tergugat di Pengadilan Agama Purwakarta.


Maka :

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Mohon Bapak Ketua Pengadilan Agama Purwakarta, Cq. Majelis

Hakim dalam perkara ini, berkenan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan sebagai berikut :


PRIMAIR :

  1. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya.
  2. Menjatuhkan Talak Satu Ba’in Sugro Tergugat DENI SETIAWAN terhadap Penggugat AULIA AMELIA

  1. Menetapkan pembebanan biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

SUBSIDAIR :
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex Aequo et Bono).

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Hormat kami
Kuasa Hukum Penggugat,



MUHAMMAD IDRIS WIKARSO, SH

Rabu, 25 November 2009

Beberapa Pengertian Hukum Dagang


Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan, dapat juga dikatakan, hukum dagang yaitu yang mengatur hubungan hukum antara Manusia – manusia dan badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan.

A. Sumber – sumber Hukum dagang

Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada :

a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :

v Kitab Undang – undang Hukum Dagang { KUHD } atau Wetboek van Koopphandel Indonesia {W.v.K}

v Kitab Undang – undang Hukum Sipil {KUHS} atau Burgerlijk Wetboek Indonesia {BW}.

b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundangan khusus yang mengatur hal – hal yang berhubungan perdagangan.

B. Kitab Undang – undang Hukum Dagang {KUHD}

KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Kitab I terdiri dari 10 bab dan kitab II terdiri dari 13 bab.

  1. Kitab pertama berujudul tentang dagang umumnya, yang memuat :
Bab 1 : Dihapuskan menurut Stb. 1938/276 yang mulai berlaku pada 17 juli 1038. bab I yang berjudul tentang pedagang – pedagang dan tentang perbuatan dagang yang meliputi pasal 2,3,4 dan 5 telah dihapuskan.
Bab 2 : Tentang pemegangan buku
Bab 3 : Tentang beberapa jenis perseroan
Bab 4 : Tentang bursa dagang, makelar dan kasir
Bab 5 : Tentang komisioner, ekspeditor, pengangkut dan tentang juragan – juragan perahu yang melalui sungai dan perairan darat
Bab 6 : Tentang surat wesel dan surat order
Bab 7 : Tentang cek, tentang promes dan kuitansi kepada pembawa (aan toonde)
Bab 8 : Tentang reklama atau penuntutan kembali dalam hal kepailitan
Bab 9 : Tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya
Bab 10 : Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap bahya kebakaran, bahaya yang mengancam pertanian yang belum dipenuhi dan pertangunggungan jiwa.

  1. Kitab kedua berjudul tentang Hak –hak dan kewajiban – kewajiban yang terbit dari pelajaran yang memuat {Hukum laut}
Bab 1 : Tentang kapal – kapal laut dan muatannya
Bab 2 : Tentang pengusaha – pengusaha kapal dan perusahan – perusahan kapal
Bab 3 : Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang kapal
Bab 4 : Tentang perjanjian kerja laut
Bab 5a : Tentang pengangkutan barang
Bab 5b : Tentang pengangkutan orang
Bab 6 : Tentang penubrukan
Bab 7 : Tentang pecahaya kapal, perdamparan dan diketemukannya barang dilaut
Bab 8 : Dihapuskan menurut Stb 1933 no 47 jo. Stb. 1938 no 2 yang mulai berlaku 1 april 1938, bab VIII yang berjudul : tentang persetujuan utang uang premi oleh nahkoda atau pengusaha pelayaran atau tanggungan kapal atau muatannya atau dua dua nya yang meliputi pasal 569 – 591 telah dicabut.
Bab 9 : Tentang pertanggungan sgala bahaya laut dan bahaya perbudakan
Bab 10 : Tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan didaratan, sungai dan di perairan darat
Bab 11 : Tentang kerugian laut {avary}
Bab 12 : Tentang berakhirnya perikatan – perikatan dalam perdagangan laut
Bab 13 : Tentang kapal – kapal dan perahu – perahu yang melalui sungai –sungau dan perairan darat.

Masing – masing kitab dibagi dam bab-bab, masing-masing bab dibagi dalam bagian bagian dan masing masing bagian dibagi dalam pasal pasal atau ayat ayat.

C. Kitab Undang – undang Hukum Perdata { KUH Per }

Berdasrkan asas konkordansi maka pada 1 mei a948 di Indonesia ini berasal dari KUH PerNetherlands yang dikodifikasikan pada 5 juli 1830 dan mulai berlaku di Netherlands pada 31 Desember 1830.

KUH Per Indonesia ini terbagi atas 4 kitab, yaitu :

Kitab 1 berjudul : Perihal orang {van personen} yang memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan, termasuk hukum perkawinan
Kitab 2 berjudul : Perihal benda {van zaken} yang memuat hukum perbendaan serta hukum warisan
Kitab 3 berjudul : Perihal perikatan {van verbintennissen} yang memuat hukum kekayaan yang mengenal hak - hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang – orang atau pihak tertentu {perjanjian – perjanjian}
Kitab 4 berjudul : Perihal pembuktian dan kedaluarsa {van bewijsen verjaring} yang memuat perihal alat – alat pembuktiaan dan akibat – akibat lewat waktu terhadap hubungan – hubungan hukum.

Bagian – bagian dari KUH Per yang mengatur tentang Hukum dagang yaitu sebagian besar dari ktab 3 dan sebagian kecil dai kitab 2.

Hal – hal yang diatur dalam kitab 3 KUH Per ialah mengatur perikatan – perikatan umumnya dan erikatan – perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan undang – undang seperti :

  1. persetujuan jual beli {cotract of sale}
  2. persetujuan sewa menyewa {contract of hire}
  3. persetujuan pinjaman uang { contract of loan}

D. Peraturan – peraturan Khusus {diluar KUHD}

Hukum dagang selain diatur dalam KUHD dan KUH Per juga terdapt dalam berbagai peraturan – peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan) seperti misalnya :

  1. peraturan tentang koparasi

v dengan badan hukum eropa (Stb. 1949/179)

v dengan badan hukum Indonesia (Stb. 1933/108) kedua peraturan ini sekarang tidak berlaku lagi karena telah digatikan undang – undang no 79 tahun 1958 dan undang – undang no 12 tahun 1967 tentang koperasi.

  1. peraturan pailisemen (Stb 1905/217 jo Stb 1906/348)
  2. Undang – undang oktroi (Stb 1922/54)
  3. Peraturan hak milik industri (Stb 1912/554)
  4. Peraturan lalu lintas (Stb 1933/66 jo 249)
  5. Peraturan maskapai andil Indonesia (Stb 1939/589 jo 717)
  6. Peraturan tentang perusahn Negara (perpu No 19 tahun 19660 jo undang – undang n0 1 tahun 1961) dan undang – undang no 9 tahun 1969 tentang bentuk bentuk usaha Negara (persero, perum dan perjan)

E. Selayang Pandang Sejarah KUHD

Pembagian hukum privat (sipil) kedalm hukum perdata dan hukum dagangsebenarnya bukan lah pembagian yang asasi , tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah dari hukum dagang.

Kenyataan – kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah :

1. perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalm bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUH Per,

2. perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat peting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.

Adapun perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimualai sejak abad pertengahan di eropa , kira kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di eropa barat. Hukum pedagang ini pada mulanya belum belum merupakan unifikasi berlakunya satu system hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum pedagangnya sendiri-sendiri yang berlain lainan satu sama lainnya. Hukum yang baru ini baru berlaku bagi golongan pedagang dan disebut hukum pedagang (koopmansrecht) peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonnance du commerce, dalam tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yakni donnance de la marine, yang mengatur hukum perdagangan laut ( untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan ).

F. Perubahan bab I Kitab I KUHD Indonesia

Mengenai istilah hukum dagang , apakah sekarang ini masih tepat digunakan, ada yang berpendapat bahwa istilah itu tidak tepat lagi. Pendapat ini didasarkan pada Wet uu belnda tanggal 2 juli 1934 yang menghapuskan selruh bab 1 dari kitab 1 KHUD yang memuat pasal 2 sampai dengan pasal 5 mengenai “pedagang dan perbuataan pedagang” dan menggantikannya dengan istilah perusahan-perusahan, seingga dengan demikian akan lebih tepatlah kalau dipergunakan istilah “ Hukum Perusahaan “

Seperti diketahui pada dahulu ada pendapat bahwa hukum dagang adalah hukum pedagang. Pendapat bahwa hukum dagang sebagi hukum dagang antara lain terlaksana dakam pasal 2 (lama) KUHD yang menyatakan “ pedagang-pedagang adalah mereka yang menjalankan perbuatn-perbuatan dagang sebagi pekerjaannya sehari-hari.

Namun, ketentuan demikian menimbulkan kesulitan-kesulitan pada waktu itu, antara lain :

  1. perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak terjadi dalm masyarakat tidak dimasukan dalam pengertian perdagangan menurut pasal tersebut dalam KUHD
  2. amat sukar menetukan apakah sesuatu perbuatan termasuk perbuatan dagang menurut perumusan KUHD atau tidak, dan menentukan apakah seseorang itu adalah [edagang atau bukan pedagang.
  3. Apabila terjadi bahwa didalam suatu perjanjian tidaklah buat kedua pihak merupakan suatu perbuatan dagang, misalnya seorang partikelir (swasta) membeli sebuah speda dari seseorang pedagang sepeda.

Garis besar kesulitan inilah yang telah mendesak pihak pengusaha peraturan-peraturan untuk sebanyak mungkin melenyapkan perbedaan-perbedaan hukum antara golongan pedagang dalam arti yang disebutkan dalam KUHD dengan golongan-golongan lainnya.

PERMOHONAN DAN GUGATAN


PERMOHONAN DAN GUGATAN

Pengertian Permohonan Dan Gugatan

Disamping perkara gugatan, dimana terdapat pihak penggugat dan pihak tergugat. ada perkara – perkara yang disebut permohonan yang diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama – sama.

Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah bahwa dalam perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputuskan oleh pengadilan. Dalam suatu gugutan ada seorang atau lebih yang merasa bahwa hak nya atau hak mereka telah dilanggar akan tetapi orang yang melanggar hak nya atau hak mereka itu tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu, untuk penentuan sipa yang benar dan yang berhak, diperlukan adanya putusan hakim, disini hakim bener – bener berfungsi sebagi hakim yang mengadili yang mememutuskan siapa yang tidak benar. Misalnya dalam contoh kasus atikah dan yakub.

Dalam perkara yang disebut permohonan tidak ada sengketa, misalnya apabila segenap ahli waris almarhum secara bersama – sama menghadap kepengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing – masing dari warisan almarhum berdasarkan ketentuaan pasal 236a H.I.R disini hakim hanya sekedar memberi jasa – jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha Negara, hakim tersebut mengeluarkan suatu penetepan atau lajimnya disebut putusan declaratoir yaitu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan saja. Dalam persoalan ini hakim tidak memutuskan sesuatu konflik seperti halnya dalam perkara gugatan, permohonan yang banyak diajukan dimuka pengadilan negri adalah mengenai permohonan pengangkatan anak angkat wali, perbaikan akta catatan sipil dan sebagainya.


Perihal Kekuasaan Mutlak Dan Kekuasaan Relatif

Agar supaya suatu gugatan jangan sampai diajukan secara keliru maka dalam cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar – benar oleh penggugat bahwa gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan pengadilan yang benar – benar berwenang untuk mengadili persoalaan tersebut.

Dalam hukum acara perdata dikenal 2 macam kewenangan yaitu :

  1. Wewenang multlak atau absolute competentie
  2. Wewenang relative atau relative competentie

Wewenang mutlak adalah menyangkut pembagiaan kekuasaan antara badan badan peradilan dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberiaan kekuasaan untuk mengadili dan dalam bahasa belanda disebut attributie van rechtsmact. Misalnya persoalaan mengenai perceraian, bagi mereka yang beragama islam berdasarkan ketentuaan pasal 63 (1)a Undang – undang No 1 tahun 1974 adalah wewenang pengadilan agama. Sedangkan persoalaan warisan, sewa menyewa, utang piutang, jual beli, gadaim hipotik adalah merupakan wewenang pengadilan negri.

Wewenang relatif mengatur pembagiaan kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat. Pasal 118 H.I.R menyangkut kekuasaan relative yang dalam bahasa belanda disebut Dristributie van rechtsmacht. Azasnya yaitu yang berwenang adalah pengadilan tempat tinggal tergugat. Azas ini dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan actor sequitur forum rei.


Perihal Gugat lisan dan Tertulis

Menurut ketentuaan pasal 118 H.I.R gugat harus diajukan dengan surat permintaan, yang ditandatangani oleh pihak penggugat atau wakilnya. Surat permintaan ini dalam praktek disebut surat gugat atau surat gugatan, oleh karena gugatan harus diajukan dengan surat, maka bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua pengadilan negri yang berwenang untuk mengadili perkara itu, ketua pengadilan negri berdasarkan ketentuan pasal 120 H.I.R akan membuat atau menyuruh membuat gugatan yang dimaksud.

Menurut yurisprudensi surat gugat yang becap jempol harus dilegalisasi terlebih dahulu. Gugatan bercap jempol yang tidak dilegalisasi, berdasarkan yurisprudensi bukanlah batal, tetapi akan dikembalikan untuk dilegalisasi. Surat gugat harus ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya, yang dimaksud wakil adalah seorang kuasa yang sengaja diberi kuasa berdasarkan suatu surat kuasa khusus. Untuk membuat dan mendatangani surat gugat. Oleh karena surat gugat ditandatangani oleh kuasa berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh pemberi kuasa kepadanya, maka tanggal pemberiaan surat kuasa harus lebih dahulu dari tanggal surat gugat.

Surat gugat selain harus bertanggal juga harus menyebut dengan jelas nama penggugat dan tergugat, serta tempat tinggal mereka. Dan kalau dianggap perlu dapat pula disebutkan kedudukan penggugat dan tergugat, misalnya yang melakukan gugatan adalah X, direktur PT. Anugrah atau tergugat dalah wali dari seorang anak yang belum dewasa, yang digugat untuk membayar ganti rugi sehubungan dengan perbuatan melawan hokum yang dilakukan oleh anak tersebut, dan surat gugat sebaiknya ditik, akan tetapi apabila bersangkutan tidak memiliki mesin tik atau computer dapat pula ditulis dengan tangan, cukup apabila dikertas biasa, artinya tidak usah diatas kertas bermeterai surat gugat tidak perlu dibubuhi meterai tapi yang diperlu diperhatikan bahwa surat gugat harus dibuat dalm beberapa rangkap, satu helai yaitu aslinya untuk pengadilan negri, satu helai untuk arsif penggugat dan ditambah sekian banyak salinan lagi untuk masing – masing tergugat dan turut tergugat, setelah surat gugat atau gugatliusan dibuat, maka surat tersebut harus didaftarkan dikepaniteraan pengadilan negri yang bersangkutan, serta harus membayar terlebih dahulu suatu persekot uang perkara sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 121 (4) H.I.R besarnya persekot atau uang muka yang harus dibayar oleh penggugat ini tergantung daripada sifat dan macamnya perkara. Untuk penerimaan uang muka tersebut kepada penggugat atau kuasanya diberikan kwitansi tanda penerimaan uang yang resmi.

Suatu gugatan harus memuat gambaran jelas mengenai duduknya persoalan dengan lain perkataan dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas, dalam hokum acara perdata bagian dari gugatan ini disebut Fundamenteum petendi atau posita suatu posita terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang memuat alasan – alasan berdasarkan keadaan dan bagian – bagian yang memuat alasan – alasan yang berdasar hokum. Dalam surat gugat harus pula dilengkapi dengan petitum yaitu hal hal apa yang dinginkan atau yang diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan, dan atau diperintahkan oleh hakim, petitum ini harus lengkap dan jelas karena bagian dari surat gugat ini yang terpenting.


Perihal Para Pihak Yang Berperkara, Perwakilan Orang, Badan Hukum Dan Negara

Pada azasnya setiap orang boleh berperkara didepan pengadilan, namun ada pengecualiannya, yaitu mereka yang belum dewasa dan orang yang sakit ingatan, mereka itu tidak boleh berperkara sendiri didepan pengadilan melainkan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya, dan bagi mereka yang sakit ingatan oleh pengampunannya. Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan dengan baik, bahwa yang diberi kuasa dan juga terguagat atau para tergugat harus benar – benar orang yang dapat mewakili pihal yang bersangkutan.

Pengajuan secara keliru, artinya yang diajkan atau ditujukan terhadap orang yang tidak dapat mewakili suatu badan hukum atau yang tidak dapat bertindak sebagai wali, jadi bukan wakil yang sah dari penggugat atau tergugat, akan berakibat patalbagi penggugat, gugat akan dinyatakan tidak dapat diterima. Apabila hal itu terjadi, maka itu berarti bahwa penggugat akan kehilangan waktu, uang dan tenaga dengan percuma, { Lihat putusan mahkamah agung tertanggal 9 desember 1970 No. 296 K/Sip/1970, termuat dalam yurisprudensi Indonesia, penerbitan 1971, halaman 359 }, mengenai surat kuasa khusus yaitu surat kuasa yang diharuskan dipakai dalam persidangan dipengadilan negri sebagaimana yang dihendaki oleh pasal 123 {1} H.I.R oleh mahkamah agung telah diberi petunjuk dalam S.E.M.A No. 2/1959 tertanggal 19 januari 1959. seseorang yang mewakili salah satu pihak yang berperkara harus merupakan wakil yang sah, misalnya orang yang mewakili tergugat harus mempunyai surat kuasa yang menyebut nomor perkara, pengadilan negri yang dimana, dan untuk apa surat kuasa tersebut diberikan.

Surat kuasa khusus dapat dibuat dengan akta dibawah tangan atau dengan akta otentik dihadapan seorang notaries, surat kuasa tersebut dapat dilimpahkan kepada orang lain apabila pemberian kuasanya disertai hak untuk dilimpahkan kepada orang lain apabila pemberian kuasanya disertai untuk dilimpahkan dalam praktek, surat kuasa yang dilimahkan pada bagian akhirnya memuat kalimat surat kuasa ini diberikan dengan hak subtansi, perkataan subtansi artinya menggantikan jadi menggantikan orang yang sewmula diberi kuasa. Apabila surat kuasa tersebut telah dilimpahkan seluruhnya kepada orang lain orang yang telah diunjuk oleh orang yang diberi kuasa maka untuk selanjutnya penerima kuasa semula, yang telah melimpahkan hak nya tidak berhak lagi untuk mewakili pihak yang bersangkutan dipesidangan pemeriksaan perkara tersebut dan mendatangani suratsurat yang berhubungan dengan perkara yang bersangkutan. Lain hal nya apabila yang disubtitusikan hanyalah untuk sebagian saja, misalnya kuasa tersebut menunjuk seseorang sekedar untuk menyerahkan jawaban atau menghadap pada suatu sidang tertentu,