Rabu, 25 November 2009

Beberapa Pengertian Hukum Dagang


Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan, dapat juga dikatakan, hukum dagang yaitu yang mengatur hubungan hukum antara Manusia – manusia dan badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan.

A. Sumber – sumber Hukum dagang

Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada :

a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :

v Kitab Undang – undang Hukum Dagang { KUHD } atau Wetboek van Koopphandel Indonesia {W.v.K}

v Kitab Undang – undang Hukum Sipil {KUHS} atau Burgerlijk Wetboek Indonesia {BW}.

b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundangan khusus yang mengatur hal – hal yang berhubungan perdagangan.

B. Kitab Undang – undang Hukum Dagang {KUHD}

KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua kitab dan 23 bab. Kitab I terdiri dari 10 bab dan kitab II terdiri dari 13 bab.

  1. Kitab pertama berujudul tentang dagang umumnya, yang memuat :
Bab 1 : Dihapuskan menurut Stb. 1938/276 yang mulai berlaku pada 17 juli 1038. bab I yang berjudul tentang pedagang – pedagang dan tentang perbuatan dagang yang meliputi pasal 2,3,4 dan 5 telah dihapuskan.
Bab 2 : Tentang pemegangan buku
Bab 3 : Tentang beberapa jenis perseroan
Bab 4 : Tentang bursa dagang, makelar dan kasir
Bab 5 : Tentang komisioner, ekspeditor, pengangkut dan tentang juragan – juragan perahu yang melalui sungai dan perairan darat
Bab 6 : Tentang surat wesel dan surat order
Bab 7 : Tentang cek, tentang promes dan kuitansi kepada pembawa (aan toonde)
Bab 8 : Tentang reklama atau penuntutan kembali dalam hal kepailitan
Bab 9 : Tentang asuransi atau pertanggungan seumumnya
Bab 10 : Tentang pertanggungan (asuransi) terhadap bahya kebakaran, bahaya yang mengancam pertanian yang belum dipenuhi dan pertangunggungan jiwa.

  1. Kitab kedua berjudul tentang Hak –hak dan kewajiban – kewajiban yang terbit dari pelajaran yang memuat {Hukum laut}
Bab 1 : Tentang kapal – kapal laut dan muatannya
Bab 2 : Tentang pengusaha – pengusaha kapal dan perusahan – perusahan kapal
Bab 3 : Tentang nahkoda, anak kapal dan penumpang kapal
Bab 4 : Tentang perjanjian kerja laut
Bab 5a : Tentang pengangkutan barang
Bab 5b : Tentang pengangkutan orang
Bab 6 : Tentang penubrukan
Bab 7 : Tentang pecahaya kapal, perdamparan dan diketemukannya barang dilaut
Bab 8 : Dihapuskan menurut Stb 1933 no 47 jo. Stb. 1938 no 2 yang mulai berlaku 1 april 1938, bab VIII yang berjudul : tentang persetujuan utang uang premi oleh nahkoda atau pengusaha pelayaran atau tanggungan kapal atau muatannya atau dua dua nya yang meliputi pasal 569 – 591 telah dicabut.
Bab 9 : Tentang pertanggungan sgala bahaya laut dan bahaya perbudakan
Bab 10 : Tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan didaratan, sungai dan di perairan darat
Bab 11 : Tentang kerugian laut {avary}
Bab 12 : Tentang berakhirnya perikatan – perikatan dalam perdagangan laut
Bab 13 : Tentang kapal – kapal dan perahu – perahu yang melalui sungai –sungau dan perairan darat.

Masing – masing kitab dibagi dam bab-bab, masing-masing bab dibagi dalam bagian bagian dan masing masing bagian dibagi dalam pasal pasal atau ayat ayat.

C. Kitab Undang – undang Hukum Perdata { KUH Per }

Berdasrkan asas konkordansi maka pada 1 mei a948 di Indonesia ini berasal dari KUH PerNetherlands yang dikodifikasikan pada 5 juli 1830 dan mulai berlaku di Netherlands pada 31 Desember 1830.

KUH Per Indonesia ini terbagi atas 4 kitab, yaitu :

Kitab 1 berjudul : Perihal orang {van personen} yang memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan, termasuk hukum perkawinan
Kitab 2 berjudul : Perihal benda {van zaken} yang memuat hukum perbendaan serta hukum warisan
Kitab 3 berjudul : Perihal perikatan {van verbintennissen} yang memuat hukum kekayaan yang mengenal hak - hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang – orang atau pihak tertentu {perjanjian – perjanjian}
Kitab 4 berjudul : Perihal pembuktian dan kedaluarsa {van bewijsen verjaring} yang memuat perihal alat – alat pembuktiaan dan akibat – akibat lewat waktu terhadap hubungan – hubungan hukum.

Bagian – bagian dari KUH Per yang mengatur tentang Hukum dagang yaitu sebagian besar dari ktab 3 dan sebagian kecil dai kitab 2.

Hal – hal yang diatur dalam kitab 3 KUH Per ialah mengatur perikatan – perikatan umumnya dan erikatan – perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan undang – undang seperti :

  1. persetujuan jual beli {cotract of sale}
  2. persetujuan sewa menyewa {contract of hire}
  3. persetujuan pinjaman uang { contract of loan}

D. Peraturan – peraturan Khusus {diluar KUHD}

Hukum dagang selain diatur dalam KUHD dan KUH Per juga terdapt dalam berbagai peraturan – peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan) seperti misalnya :

  1. peraturan tentang koparasi

v dengan badan hukum eropa (Stb. 1949/179)

v dengan badan hukum Indonesia (Stb. 1933/108) kedua peraturan ini sekarang tidak berlaku lagi karena telah digatikan undang – undang no 79 tahun 1958 dan undang – undang no 12 tahun 1967 tentang koperasi.

  1. peraturan pailisemen (Stb 1905/217 jo Stb 1906/348)
  2. Undang – undang oktroi (Stb 1922/54)
  3. Peraturan hak milik industri (Stb 1912/554)
  4. Peraturan lalu lintas (Stb 1933/66 jo 249)
  5. Peraturan maskapai andil Indonesia (Stb 1939/589 jo 717)
  6. Peraturan tentang perusahn Negara (perpu No 19 tahun 19660 jo undang – undang n0 1 tahun 1961) dan undang – undang no 9 tahun 1969 tentang bentuk bentuk usaha Negara (persero, perum dan perjan)

E. Selayang Pandang Sejarah KUHD

Pembagian hukum privat (sipil) kedalm hukum perdata dan hukum dagangsebenarnya bukan lah pembagian yang asasi , tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah dari hukum dagang.

Kenyataan – kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah :

1. perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalm bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUH Per,

2. perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat peting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.

Adapun perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimualai sejak abad pertengahan di eropa , kira kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di eropa barat. Hukum pedagang ini pada mulanya belum belum merupakan unifikasi berlakunya satu system hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum pedagangnya sendiri-sendiri yang berlain lainan satu sama lainnya. Hukum yang baru ini baru berlaku bagi golongan pedagang dan disebut hukum pedagang (koopmansrecht) peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonnance du commerce, dalam tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yakni donnance de la marine, yang mengatur hukum perdagangan laut ( untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan ).

F. Perubahan bab I Kitab I KUHD Indonesia

Mengenai istilah hukum dagang , apakah sekarang ini masih tepat digunakan, ada yang berpendapat bahwa istilah itu tidak tepat lagi. Pendapat ini didasarkan pada Wet uu belnda tanggal 2 juli 1934 yang menghapuskan selruh bab 1 dari kitab 1 KHUD yang memuat pasal 2 sampai dengan pasal 5 mengenai “pedagang dan perbuataan pedagang” dan menggantikannya dengan istilah perusahan-perusahan, seingga dengan demikian akan lebih tepatlah kalau dipergunakan istilah “ Hukum Perusahaan “

Seperti diketahui pada dahulu ada pendapat bahwa hukum dagang adalah hukum pedagang. Pendapat bahwa hukum dagang sebagi hukum dagang antara lain terlaksana dakam pasal 2 (lama) KUHD yang menyatakan “ pedagang-pedagang adalah mereka yang menjalankan perbuatn-perbuatan dagang sebagi pekerjaannya sehari-hari.

Namun, ketentuan demikian menimbulkan kesulitan-kesulitan pada waktu itu, antara lain :

  1. perdagangan dalam hal barang-barang tetap yang banyak terjadi dalm masyarakat tidak dimasukan dalam pengertian perdagangan menurut pasal tersebut dalam KUHD
  2. amat sukar menetukan apakah sesuatu perbuatan termasuk perbuatan dagang menurut perumusan KUHD atau tidak, dan menentukan apakah seseorang itu adalah [edagang atau bukan pedagang.
  3. Apabila terjadi bahwa didalam suatu perjanjian tidaklah buat kedua pihak merupakan suatu perbuatan dagang, misalnya seorang partikelir (swasta) membeli sebuah speda dari seseorang pedagang sepeda.

Garis besar kesulitan inilah yang telah mendesak pihak pengusaha peraturan-peraturan untuk sebanyak mungkin melenyapkan perbedaan-perbedaan hukum antara golongan pedagang dalam arti yang disebutkan dalam KUHD dengan golongan-golongan lainnya.

Tidak ada komentar: