Selasa, 17 November 2009

UU NO 1 NO 1 THN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UU NO 1 NO 1 THN 1974 TENTANG PERKAWINAN


Pasal 1

  1. perkawinan adalah sah, apabila menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 2

  1. Tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan undangan yang berlaku

Pasal 3

{1} pada azasnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh punya seorang sumi.

{2} pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikhendaki oleh pihak – pihak yang bersangkutan.

Pasal 4

{1} dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang. Sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat {2} undang – undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan didaerah tinggalnya.

{2} pengadilan dimaksud data ayat {1} pasal ini hanya memberikan hanya kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :

  1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai isteri;
  2. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan;

pasal 5

{1] untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam paal 4 ayat {1}undang undang ini harus dipenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

  1. adanya persetujuan dari iteri
  2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan – keperluan hidup isteri – isteri dan anak – anak mereka;
  3. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap ister- isteri dan anak – anak mereka;

{2} persetujuan yang dimaksud ayat {1} hurup a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau ister – isterinya tidak mungkin dimintai peretujuanya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang – kurang dua tahun, atau karena sebab sebab lainnya yang perlu dapat penilaian dari Hakim pengadilan.


BAB II

SYARAT – SYARAT PERKAWINAN

Pasal 6

{1} perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;

{2} untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 {dua puluh satu} tahun harus mendapat izin dari kedua Orang Tua;

{3} dalam hal salah seorang dari kedua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat {2} pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari oaring tua yang mampu menyatakan kehendaknya;

{4} dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis ketrunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

{5} dalam hal ada peredaan pendapat antara orang – orang yang disebut dalam ayat {2},{3} dan {4} pasal ini, atau salah seorang atau lebih dianatara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat meberikan izin setelah lebih dahulu terdengar orang – orang tersebut dalam ayat {2}, {3} dan {4} pasal ini;

{6} ketentuan tersebut ayat {1} sampai dengan ayat {5} pasal ini berlaku sepanjang hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 7

{1} perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun

{2} dalam hal penyimpangan terhadap ayat {1} pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

Tidak ada komentar: